
Dalam perjalanan panjang seratus tahun, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang dipelopori oleh Maria Soelastri Soejadi Darmosepoetro, telah menenun sebuah kain harapan dan martabat yang tak ternilai harganya bagi perempuan Katolik di Indonesia. Seperti benang emas yang dirajut dengan cinta dan kesabaran, mereka telah menganyam nilai-nilai kebangsaan yang kuat, menggabungkan semangat keagamaan dengan cinta tanah air.
Menenun Sejarah dengan Benang Emas
Sejak berdirinya pada tahun 1924, WKRI telah menjadi saksi dan pelaku dalam perubahan zaman yang melintasi berbagai periode sejarah Indonesia. Pesan Mgr. Albertus Soegijapranata, “Jadilah Katolik 100% dan 100% nasionalis,” dalam Kongres Pertama tahun 1952 di Surakarta, menjadi pijakan utama dan terutama yang menggerakkan perkembangan WKRI yang sangat pesat. Pesan ini menjadi inspirasi bagi WKRI dengan memperoleh badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. J.A. 5/23/8 pada 5 Februari 1952. Dari masa penjajahan, kemerdekaan, hingga era globalisasi, organisasi ini terus bergerak maju dengan langkah yang mantap. Seperti seorang penenun yang sabar, mereka menggabungkan berbagai benang pengalaman dan perjuangan menjadi satu kain yang indah, penuh makna dan sejarah.
Harapan yang Tumbuh di Setiap Jahitan
Dalam setiap langkahnya, WKRI menanamkan harapan dalam hati para anggotanya. Harapan untuk masa depan yang lebih baik, di mana perempuan Katolik dapat berdiri tegak dengan penuh kebanggaan. Melalui berbagai program pendidikan, pemberdayaan, dan advokasi, WKRI telah berhasil menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian di kalangan perempuan Katolik. Seperti seorang penjahit yang hati-hati, mereka memastikan setiap jahitan penuh dengan kekuatan dan keindahan.
Martabat yang Tersirat di Setiap Motif
Martabat perempuan Katolik menjadi motif utama dalam kain yang dirajut oleh WKRI. Dalam semangat keagamaan yang mendalam, mereka menjunjung tinggi nilai-nilai moral Katolik dan etika, serta memperjuangkan hak-hak perempuan di berbagai bidang kehidupan. Martabat ini terlihat jelas dalam berbagai aktivitas sosial, budaya, tanpa unsur politik yang mereka lakukan. Seperti motif indah pada kain tradisional, martabat ini memancarkan keanggunan dan kebanggaan.
Semangat Kebangsaan sebagai Warna Utama
Di setiap helai benang, terdapat semangat kebangsaan yang mengalir dengan deras. WKRI tidak hanya berjuang untuk kepentingan internal organisasi, tetapi juga aktif berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Mereka menyadari bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Seperti warna utama dalam sebuah kain, semangat kebangsaan ini memberikan karakter dan identitas yang kuat pada setiap tindakan dan keputusan yang mereka ambil.
Menyulam Masa Depan dengan Keyakinan
Seratus tahun adalah waktu yang panjang, namun bagi WKRI, ini hanya permulaan. Dengan semangat yang tak pernah padam, mereka terus menyulam masa depan dengan keyakinan dan optimisme. Melalui berbagai inovasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman, WKRI tetap relevan dan berdampak bagi masyarakat. Seperti seorang seniman yang tak pernah berhenti berkarya, mereka terus menciptakan karya-karya indah yang penuh inspirasi.
Dalam perayaan HUT 100 tahun, WKRI Paroki Herkulanus merayakan dengan penuh kebahagiaan. “Peran ibu-ibu sangat signifikan dalam memelihara gizi bagi anak-anak dalam keluarga,” ditekankan oleh Romo Agus Himawan, pastor Paroki St. Herkulanus Depok. Eksistensi WKRI sungguh eksentrik sehingga dalam esensinya mengandung nilai-nilai yang rohani.
Seratus tahun WKRI adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan dedikasi dan cinta. Seperti sebuah kain yang dirajut dengan penuh perhatian, setiap benang harapan dan martabat perempuan Katolik telah tersusun rapi dalam semangat kebangsaan yang kuat. Di masa depan, kain ini akan terus berkembang, menjadi lebih indah dan bermakna, menyelimuti perempuan Katolik Indonesia dengan kebanggaan dan keyakinan.
Perjuangan WKRI menegakkan harkat dan martabat manusia menggambarkan secara ringkas bahwa ibu-ibu harus lebih kreatif dan produktif dalam melakukan karya-karya sosial-aktif untuk mewujudkan kesejahteraan. “Seorang ibu memberi ubi sebagai asupan nutrisi bagi keluarga supaya menjadi seseorang yang berpotensi,” demikian pesan singkat Romo Agus kepada ibu-ibu WKRI St. Herkulanus Depok.
Dengan semangat yang terus berkobar, WKRI akan terus menenun cerita-cerita indah, menyulam harapan dan martabat, serta menjunjung tinggi semangat kebangsaan, menuju seratus tahun berikutnya dan seterusnya.
Oleh: Bonifasius Baliteorifi Hia